“Listrik membuat hidup lebih baik”. Begitu semboyan yang selalu dilontarkan oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Semboyan ini terasa “membumi” sampai ke masyarakat perdesaan yang berada di pelosok negeri yang bernama Indonesia ini. Namun, ketika begitu gencarnya semboyan ini dilecutkan oleh PT. PLN, disisi lain terdapat berjuta masalah ketenagalistrikan di Indonesia, diantaranya krisis energi listrik.
Khususnya di Kota Tanjungpinang, krisis energi listrik tersebut telah menyebabkan pihak PT. PLN melakukan pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak (Disebut sepihak karena tidak pernah meminta persetujuan dari konsumen) dan sangat mengorbankan rakyat. Ironisnya, para pengambil kebijakan tertinggi baik pada level Pemprov Kepri maupun Pemko Tanjungpinang tidak bisa berbuat banyak terhadap krisis yang sangat meresahkan masyarakat ini.
Pemadaman listrik bergilir yang dilakukan oleh PT. PLN ini disebut sangat meresahkan masyarakat karena, selain aktivitas para pebisnis merugi akibat berbagai unit usaha mereka menggunakan jasa listrik, juga kerusakan barang-barang elektronik milik pelanggan yang tidak ternilai harganya. Bahkan lebih celakanya lagi, pemadaman mendadak itu berdampak kebakaran akibat arus pendek dan juga warga menggunakan lilin sehingga terjadi kebakaran seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak oleh PT. PLN ini, juga patut diduga menjadi penyebab maraknya terjadi kasus pencurian dan merosotnya angka kelulusan siswa di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Kepri.
Berkaitan dengan Pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak ini, pihak PT PLN sering berdalih bahwa tidak ada pemadaman listrik yang dilakukan secara sepihak, tetapi didahului dengan pemberitahuan (Bagaimana informasi ini bisa didengar lewat media elektronik sedangkan listrik padam dan tidak semua konsumen punya akses lewat media cetak) sehingga pelanggan sudah siap untuk mengamankan peralatan elektronik yang ada dirumah masing-masing. Argument seperti ini sangat di sayangkan karena sebagai “Pemain Tunggal” dalam bisnis kelistrikan di Kepri, PT PLN seharusnya menjual Produk listrik yang baik pada konsumen dan bukan barang yang “cacat produk”.
Betapa tidak cacat produk …?? Jika mengacu pada aspek regulasi, apa yang dilakukan oleh PT. PLN secara diametral sangat bertentangan dengan berbagai ketentuan hukum, seperti: UU No. 20 Tahun 2002, tentang Ketenagalistrikan, UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, KEPPRES No. 89 Tahun 2002, tentang Harga Jual Listrik 2003 yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), serta SK. DIRJEN Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 114 tahun 2002, tentang deklarasi Tingkat Mutu Pelayanan tenaga Listrik yang Disediakan Oleh PT. PLN.
Sebagai contoh, simak pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, yang dalam penjelasan huruf g nya di jelaskan bahwa konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. Begitu juga dengan hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat kerusakan berkaitan dengan pemadaman listrik sepihak, sebagaimana yang diatur dalam pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999.
Konsumen listrik juga mempunyai hak sangat kuat seperti yang tertera dalam pasal 34 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2002 yang mengatakan bahwa konsumen listrik mempunyai hak untuk: Pertama, Mendapat pelayanan yang baik. Kedua, Mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik. Ketiga, Memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar. Keempat, Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik. Kelima, Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan atau pengoperasian. sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli.
Selain “diikat” dengan UU No. 20 Tahun 2002, PT. PLN juga terikat dengan aturan yang lebih teknis, yakni SK Dirjen Listrik dan Pemamfatan energi Nomor 16-12/43/600.3/2003 Tentang Tata Cara Pengurangan Tagihan Listrik Akibat Tidak Terpenuhinya Standar Mutu Pelayanan Pada PT PLN untuk Lama Gangguan, Jumlah Gangguan, dan atau Kesalahan Pembacaan KWH Meter. Lewat SK DIRJEN tersebut, PT. PLN diharuskan untuk memberikan kompensasi sebesar 10% dari biaya beban (biaya Abonemen), jika PT. PLN melanggar 3 (tiga) indikator yang dideklarasikannya, yaitu: Lamanya Gangguan, Jumlah Gangguan dan Kesalahan Baca Meter. Sebagai contoh, jika PT. PLN menjanjikan pemadaman dalam bulan Agustus 2009 paling lama hanya 3 (tiga) jam, tetapi realisasinya melebihi 3 (tiga) jam, maka PT. PLN dikenakan penalti berupa pemberian kompensasi kepada konsumen listrik sebesar 10%. Atau jika PT. PLN mengatakan bahwa kesalahan baca meter dalam triwulan terakhir (Juli s/d September) sebanyak 2 (dua) kali, tapi realisasinya mencapai 3 (tiga) kali, maka akibatnya PT. PLN juga harus memberikan bonus kepada konsumen berupa discount 10% dari biaya beban (Abonemen).
Informasi dan kebijakan sepenting ini, sayangnya, nyaris tidak terdengar oleh konsumen. Sangat sedikit konsumen yang mengerti akan ketentuan ini, padahal SK DIRJEN Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 114 tahun 2002 seharusnya diumumkan secara luas oleh PT. PLN sehingga masyarakat konsumen dapat memahami dengan benar
17 Oktober, 2009
PEMADAMAN LISTRIK: BISAKAH KITA MENUNTUT KOMPENSASI KEPADA PT.PLN?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “PEMADAMAN LISTRIK: BISAKAH KITA MENUNTUT KOMPENSASI KEPADA PT.PLN?”
Posting Komentar